Kekerasan terhadap Perempuan

oleh Nadia Ramadhanty dan Angsoka Rahingrat, Dept. Kominfo PAMI Jakarta Raya 2021

 


Jauh sebelum HAM dideklarasikan, tangis dan rintihan perempuan yang mengalami diskriminasi dan kekerasan yang didasarkan pada perbedaan jenis kelamin telah tersebar hingga ke sudut dunia. Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan penderitaan perempuan dan anak perempuan secara fisik, seksual, psikologis, termasuk ancaman dan pemaksaan yang dapat terjadi di depan khalayak maupun tertutup dalam kehidupan pribadi.

Di Indonesia, kasus diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan cenderung meningkat. Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, pada 2014 tercatat 293.220 kasus dengan 68% di antaranya merupakan kasus terkait dengan kekerasan rumah tangga dan hubungan personal. Tidak menutup kemungkinan bahwa yang terjadi di masyarakat lebih banyak dari kasus yang terlaporkan tersebut.


Ketimpangan status ekonomi antara perempuan dan laki-laki merupakan pemicu utama terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Selain itu, laki-laki memiliki otoritas dan kontrol dalam pengambilan keputusan, sedangkan di sisi lain,- perempuan yang memiliki hambatan untuk meninggalkan keluarga, juga dapat menjadi pencetus timbulnya kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan terhadap perempuan dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain diri sendiri, pengaruh nilai yang dianut lingkungan, budaya patriarki, pergaulan dan pengaruh media sosial.

Karakteristik perempuan yang berisiko menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (karakteristik korban):

· Memiliki harga diri yang rendah dan perasaan tidak berguna

· Mengatributkan kekerasan yang dialami sebagai kekurangan pribadi

· Berasal dari keluarga yang meyakini bahwa mempertahankan hubungan adalah hal utama

· Tidak memiliki harapan dalam kehidupannya, dan sering kali mengalami depresi

· Menerima tuduhan dari pasangan bahwa dirinya adalah istri yang tidak baik

 

Karakteristik laki-laki yang berpotensi melakukan kekerasan terhadap perempuan:

· Berasal dari ras, etnik, agama, dan kelompok sosial ekonomi tertentu

· Memiliki pola perilaku selalu menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah

· Memiliki karakter yang tidak mampu mengatasi perasaan-perasaan frustasi dan perasaan tidak dapat mencapai tujuan hidup

· Memiliki perasaan belum menjadi suami yang baik

· Sering menyalahkan dan menghukum pasangan

· Memiliki riwayat mendapat kekangan pada masa kecil

 


Menurut Dinas PPAPP DKI Jakarta, KDRT sering terjadi berulang. Pengulangan kekerasan tersebut akan membentuk siklus dan akan menjadi semakin berat. Dilansir oleh plan-international.org, berikut langkah untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan:

· Cegah kekerasan terhadap anak perempuan di sekolah

· Dengarkan pengalaman kekerasan anak perempuan dan solusi yang mereka ajukan

· Hubungkan tenaga ahli dengan populasi yang berisiko

· Libatkan penatua/tokoh masyarakat yang dihormati dalam perang melawan kekerasan terhadap perempuan

· Edukasi remaja untuk melawan praktik berbahaya seperti pernikahan dini

 


Ayo, perempuan! Saatnya kita berani angkat suara! Kamu tidak sendiri, mari bersama lawan kekerasan terhadap perempuan. Langkah awal sangat sederhana, kamu cukup bercerita kepada orang yang kamu percaya. Selanjutnya, hubungi UPT P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) atau lembaga penanganan KDRT lainnya kemudian diskusikan rencana tindakan keselamatan bersama petugas di lembaga tersebut. Jika kamu atau temanmu yang menjadi korban berada dalam kondisi darurat, kamu dapat menghubungi 112 atau hotline: 0813 1761 7622

 

 

 

Referensi & sumber gambar:

Afiyanti, Yati, dan Anggi Pratiwi. 2017. Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi Perempuan Promosi,         Permasalahan dan Penanganannya dalam Pelayanan Kesehatan dan Keperawatan. Jakarta:                 Rajawali Pers.

Dinas PPAPP DKI Jakarta.

freepik.com

plan-international.org

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mari Kita Mengenali Bahaya Penyakit AIDS!

Mitos dan Fakta Kesehatan Terkait Kebudayaan di Indonesia